Jika Anda ingin makalah yang lengkap dalam format Microsoft Word silahkan download disini.
Al-Quran bukanlah merupakan sebuah buku dalam pengertian umum, karena ia tidak pernah diformulasikan, tetapi diwahyukan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan situasi yang menuntutnya. Al-Quran sendiri sangat menyadari kenyataan ini sebagai sesuatu yang akan menimbulkan keusilan di kalangan pembantahnya (Q.S. Al-Furqan [25] : 32). Seperti yang diyakini sampai sekarang, pewahyuan Al-Quran secara total dan secara sekaligus itu tidak mungkin karena Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi kaum muslimin secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada.
A. PENGERTIAN ASBAB AN-NUZUL
Ungkapan asbab an-nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi, asbab an-nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Ungkapan asbab an-nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Quran, seperti halnya asbab al-wurud secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadis.
Pengertian terminologi yang dirumuskan para ulama, di antaranya :
1. Menurut Az-Zarqani :
“Asbab an-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat Al-Quran yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.”
2. Ash-Shabuni :
“Asbab an-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.”
3. Shubhi Shalih :
“Asbab an-nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al-Quran yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa, sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi.”
4. Mana’ Al-Qaththan :
“Asbab an-nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya Al-Quran, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.”
Kendatipun redaksi pendefinisian di atas sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa yang disebut asbab an-nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-Quran, dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian tersebut. Asbab an-nuzul merupakan bahan sejarah yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan terhadap turunnya ayat Al-Quran dan memberinya konteks sejarah ini hanya melingkupi peristiwa pada masa Al-Quran masih turun (ashr at-tanzil).
Persoalan mengenai apakah seluruh ayat Al-Quran memiliki asbab an-nuzul atau tidak, ternyata telah menjadi bahan kontroversi di antara para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua ayat Al-Quran memiliki asbab an-nuzul. Oleh karena itu, ada ayat Al-Quran yang diturunkan tanpa ada yang melatarbelakanginya (itida’), dan sebagian lainnya diturunkan dengan dibelatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghair ibtida’). Pendapat tersebut hampir menjadi kesepakatan para ulama.
B. URGENSI DAN KEGUNAAN ASBAB AN-NUZUL
Az-Zarqani dan As-Suyuthi mensinyalir adanya kalangan yang berpendapat bahwa mengetahui asbab an-nuzul merupakan hal yang sia-sia dalam memahami Al-Quran.
Sementara itu, mayoritas ulama sepakat bahwa kesejarahan yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat asbab an-nuzul merupakan satu hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan Al-Quran. Ibn Taimiyah menyatakan :
“Asbab an-nuzul sangat menolong dalam menginterpretasikan Al-Quran.”
Ungkapan senada dikemukakan oleh Ibn Daqiq Al-Ied.
Az-Zarqani mengemukakan urgensi asbab an-nuzul dalam memahami Al-Quran, yaitu sebagai berikut :
1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Quran.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat Al-Quran.
4. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya ayat Al-Quran.
5. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.
C. CARA MENGETAHUI RIWAYAT ASBAB AN-NUZUL
Dalam periwayatan pada umumnya, diperlukan kehati-hatian dalam menerima riwayat yang berkaitan dengan asbab an-nuzul. Dalam kitab Asbab An-Nuzul-nya, Al-Wahidi menyatakan :
“Pembicaraan asbab an-nuzul harus berdasarkan riwayat dan mendengarnya dari mereka yang secara langsung menyaksikan peristiwa nuzul, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya.”
Dapat diketahui bahwa para ulama salaf sangatlah keras dan ketat dalam menerima berbagai riwayat yang berkaitan dengan asbab an-nuzul. Ketekatan mereka itu yang berkaitan dengan asbab an-nuzul. Ketekatan mereka itu dititikberatkan pada seleksi pribadi si pembawa riwayat (para rawi), sumber riwayat (isnad), dan redaksi berita (matan).
D. MACAM-MACAM ASBAB AN-NUZUL
1. Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul
Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mengungkapkan riwayat asbab an-nuzul, yaitu sharih (jelas) dan muhtamilah (kemungkinan). Redaksi sharih artinya riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbab an-nuzul, dan tidak mungkin menunjukkan yang lainnya.
Redaksi dikatakan sharih :
“Sebab turun ayat ini adalah…”
“Telah terjadi…., maka turunlah ayat…”
“Rasulullah pernah ditanya tentang…., maka turunlah ayat…”
Redaksi yang termasuk muhtamilah :
“Ayat ini diturunkan berkenaan dengan…”
“Ayat istri-istri kalian adalah (ibarat) tanah tempat bercocok tanam, diturunkan berkenaan dengan mendatangi (menyetubuhi) istri dari belakang.”
“Saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan…”
“Saya kira ayat ini tidak diturunkan, kecuali berkenaan dengan…”
Skema 1
Redaksi Periwayatan Asbab An-Nuzul
2. Dilihat dari sudut pandang berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk satu Asbab An-Nuzul
a. Berbilangnya Asbab An-Nuzul untuk satu ayat (Ta’adda As-Sabab wa Nazil Al-Wahid)
Untuk mengatasi variasi riwayat asbab an-nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama mengemukakan cara sebagai berikut :
1) Tidak mempermasalahkannya.
2) Mengambil versi riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih.
3) Mengambil versi riwayat yang sahih (valid).
Sedangkan terhadap variasi riwayat asbab an-nuzul dalam satu ayat yang versinya berkualitas, para ulama mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Mengambil versi riwayat yang sahih.
2) Melakukan studi selektif (tarjih).
3) Melakukan studi kompromi (jama’).
Skema 2
Variasi Periwayatan Asbab An-Nuzul
b. Variasi ayat untuk satu sebab (Ta’addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid)
Terkadang suatu kejadian dapat menjadi sebab bagi turunnya dua ayat atau lebih. Dalam ‘Ulumul Quran” hal ini disebut dengan istilah Ta’addud Nazil wa As-Sabab Al-Wahid (terbilang ayat yang turun, sedangkan sebab turunnya satu). Contoh, satu kejadian yang menjadi sebab bagi dua ayat yang diturunkan, sedangkan antara yang satu dengan yang lainnya berselang lama adalah riwayat asbab an-nuzul yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir Ath-Thabrani, dan Ibn Mardawaih dari Ibn Abbas.
E. KAIDAH “AL’IBRAH”
Ada persoalan penting dalam pembahasan asbab an-nuzul, misalkan telah terjadi satu pertanyaan, kemudian satu ayat turun untuk memberikan penjelasan atau jawabannya, tetapi ungkapan ayat tersebut menggunakan redaksi ‘amm (umum) hingga mempunyai cakupan yang lebih luas dan tidak terbatas pada kasus pertanyaan itu. Apakah ayat tersebut harus dipahami dari keumuman lafazh ataukah dari sebab khusus (spesifik) itu. Dengan kata lain, apakah ayat itu berlaku secara khusus ataukah umum? Berkenaan dengan hal ini para ulama berbeda pendapat.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang harus menjadi pertimbangan adalah keumuman lafazh dan bukannya kekhususan sebab (al-‘ibrah bi ‘umum al-lafadzi la bi khusus as-sabab).
Disisi lain, ada juga ulama yang berpendapat bahwa ungkapan satu lafazh Al-Quran harus dipandang dari segi kekhususan dan bukannya dari segi keumuman lafazh (al-‘ibrah bi khusus as-sabab la bi bi’umum al-lafazh). Jadi, cakupan ayat tersebut terbatas pada kasus yang menyebabkan diturunkannya sebuah ayat. Adapun kasus lainnya yang serupa, kalaupun akan mendapat penyelesaian yang sama, hal itu bukan diambil dari pemahaman terhadap ayat itu, melainkan dari dalil lain, yaitu dengan qiyas apabila memang memenuhi syarat-syarat qiyas. Ayat qadzaf, umpamanya diturunkan khusus sehubungan dengan kasus Hilal dengan istrinya. Adapun kasus lain yang serupa dengan kasus tersebut, hukumnya ditetapkan dengan melalui jalan qiyas.
Perlu diberikan catatan bahwa perbedaan pendapat di atas hanya terjadi pada ayat yang bersifat umum dan tidak terdapat petunjuk bahwa ayat tersebut berlaku khusus. Jika ternyata ada petunjuk demikian, tentu seluruh ulama sepakat bahwa hukum ayat itu hanya berlaku untuk kasus yang disebutkan itu.
0 komentar:
Posting Komentar