Islam & Tamaddun


 Jika Anda ingin makalah yang lengkap dalam format Microsoft Word silahkan download disini.
  
A.     PENGERTIAN ORANG MELAYU
Pengertian orang Melayu itu dapat dibedakan atas beberapa kategori atau ketentuan. Pertama, dapat dibedakan antara Melayu tua (proto Melayu) dengan Melayu muda (deutro Melayu). Disebut Melayu tua (proto Melayu) karena inilah gelombang perantau Melayu pertama yang datang ke kepulauan Melayu ini. Leluhur Melayu tua ini diperkirakan tiba oleh para ahli arkeologi dan sejarah sekitar tahun 3000-2500 sebelum Masehi. Adapun yang tergolong ke dalam keturunan Melayu tua (proto Melayu) itu antara lain orang Talang Mamak, orang Sakai dan Suku Laut.

Keturunan Melayu tua ini terkesan amat tradisional, karena mereka amat teguh sekali memegang adat dan tradisinya. Pemegang teraju adat seperti Patih, Batin dan Datuk Kaya, amat besar sekali peranannya dalam mengatur lalu lintas kehidupan. Sementara itu alam pikiran yang masih sederhana dan kehidupan yang sangat ditentukan oleh faktor alam, telah menyebabkan munculnya tokoh tradisi seperti dukun, bomo, pawang dan kemantan. Para tokoh ini diharapkan dapat membuat hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam. Mereka percaya, laut, tanjung, tanah, pohon, ikan, burung dan binatang liar, dihuni atau dikawal oleh makhluk halus, yang kemampuannya melebihi kemampuan manusia. Makhluk halus yang menunggu tanah disebut jembalang, makhluk halus yang mengawal binatang dan burung disebut sikodi, makhluk halus yang menghuni hutan belantara disebut mambang, sedangkan makhluk halus yang menampakkan dirinya sebagai perempuan cantik disebut peri.
Melayu muda merujuk kepada puak melayu yang leluhurnya datang ke kepulauan Melayu ini sekitar 300-250 tahun sebelum Masehi. Keturunan puak Melayu inilah yang kemudian mendirikan kerajaan Melayu, mulai kerajaan Melayu yang masih menganut agama Hindu-Budha seperti Sriwijaya (abad ke 7 sampai abad ke 11) diikuti oleh kerajaan Melayu Islam seperti Malaka, Johor-Riau, Riau-Lingga, Siak Sri Indrapura, Indragiri, Rantau Binuang Sakti, Rambah, Kampar, Pelalawan, Tambusai dan sebagainya. Keturunan Melayu muda, telah memeluk Islam paling kurang sejak raja Malaka Prameswara masuk Islam tahun 1414 Masehi, lalu mengganti namanya menjadi Sultan Muhammad Iskandar Syah. Maka asas kehidupan masyarakat Melayu yang sebelumnya tersimpul dalam adat dan resam hasil rancangan leluhur yang menganut Animisme-Hiduisme, lalu digeser dan berpijak kepada jalan hidup yang lurus yakni agama Islam. Oleh sebab itu alur hidup mereka disebut juga adat (dan resam) bersendi syarak, syarak bersendi kitab Allah. Ini bermakna, adat dan resam sebagai hasil ketajaman pikiran dan kearifan budi pekerti leluhur mereka, niscaya tidak bersifat qadim (kekal abadi) tetapi mestilah rusak oleh pergantian ruang dan waktu serta perubahan semangat hidup tiap zuriat atau generasi. Karena itu, agar adat dan resam tetap terpelihara, harus berpijak atau diberi dasar pada syarak (hukum Allah dan Rasul-Nya) sebab inilah hukum norma dan nilainya terjamin tidak akan rusak oleh putaran bumi dan peredaran masa. Jika adat tidak mengindahkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, niscaya akan rusak dimakan bisa kawi.

B.     TEORI KEDATANGAN ISLAM DI DUNIA MELAYU
Paling tidak ada tiga teori yang berbicara tentang asal datangnya Islam di kawasan ini, yaitu :
1.      Teori yang menyatakan bahwa Islam datang langsung dari Arab, tepatnya Hadramaut, dikemukakan oleh Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), de Hollander (1861) dan Veth (1878). Crawfurd menyatakan, Islam datang dari Arab, meskipun ia menyebut tentang adanya hubungan dengan orang-orang Mohammaden di India Timur. Keyzer beranggapan bahwa Islam datang dari Mesir yang bermazhab Syafi’i, sama seperti yang dianut kaum muslimin Nusantara umumnya. Teori tentang mazhab ini juga dipegang oleh Nieman dan de Hollander, tetapi dengan menyebut Hadramaut, bukan Mesir sebagai sumber datangnya Islam, sebab muslim Hadramaut adalah pengikut mazhab Syafi’i seperti juga kaum muslim Nusantara. Sedangkan Veth hanya menyebut dibawa orang-orang Arab tanpa menunjuk tempat asal mereka di Timur Tengah maupun kaitannya dengan Hadramaut, Mesir atau India.
2.      Teori yang menyatakan Islam datangnya dari India, diajukan oleh Pijnapel (1872). Berdasarkan terjemahan Prancis tentang catatan perjalanan Suleiman, Marco Polo dan Ibn battuta. Ia menyimpulkan bahwa orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i dari Gujarat dan Malabar di India yang membawa Islam ke Asia Tenggara. Ia mendukung  teorinya ini dengan menyatakan bahwa melalui perdagangan memungkinkan terselenggaranya hubungan antara kedua wilayah ini, ditambah lagi dengan umumnya istilah-istilah Persia - yang dibawa dari India - digunakan dalam bahasa masyarakat kota-kota pelabuhan Nusantara. Teori ini selanjutnya dikembangkan oleh Snouck Hurgronye.
3.      Teori yang menyatakan bahwa Islam itu datang dari Benggali (Bangladesh) yang diajukan oleh Fatimi. Dia mengutip keterangan Tom Pires, yang mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali atau keturunan mereka. Islam muncul pertama kali di Semenanjung Malaya adalah dari arah pantai timur, bukannya dari barat (Malaka), pada abad ke-11, melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran dan Trengganu. Ia beralasan bahwa secara dokrin, Islam di Semenanjung sama dengan Islam di Phanrang, sementara elemen-elemen prasasti yang ditemukan di Trengganu juga mirip dengan prasasti yang ditemukan di Leran.

C.     JALUR PENYEBARAN AGAMA ISLAM
Penyebaran agama Islam di Indonesia tidak lepas dari peran para pedagang. Namun, para pedagang tersebut juga sebagai ulama ( orang yang memahami ajaran Islam ). Oleh karena itu, selain menjalankan profesi berdagang, mereka juga menyebarkan Islam. Mereka giat memperkenalkan nilai-nilai Islam ke seluruh penduduk. Nilai-nilai Islam tersebut diperkenalkan melalui berbagai jalur, seperti perkawinan, ajaran tasawuf, pendidikan dan kesenian.
a.       Perdagangan
      Para pedagang Gujarat, Arab dan Persia yang datang ke Indonesia berupaya mencari simpati dari masyarakat setempat. Mereka mendekati para raja dan bangsawan yang memegang peranan dalam dunia perdagangan. Mereka juga bergaul akrab dengan para penduduk yang didatanginya. Melalui upaya ini, komunikasi anatara para pedagang dan penduduk berlangsung dengan lancar. Selain itu, transaksi jual beli menjadi sesuatu yang saling menguntungkan.
      Ketika hendak kembali, para pedagang asing itu menunggu perubahan arah angin sambil duduk dengan berbagi pengalaman dan tukar menukar pendapat. Dari sini, ajaran Islam kemudian tersampaikan. Banyak penduduk yang mencoba memahaminya hingga akhirnya memeluk agama Islam.
b.      Perkawinan
      Para pedagang Islam kebanyakan melakukan perkawinan dengan anak-anak bangsawan pribumi. Dari perkawinan itu, terbentuklah ikatan-ikatan kekerabatan yang besar di antara kedua belah pihak. Agama Islam kemudian berkembang dalam lingkungan tersebut.
      Di pihak lain, setelah para raja dan bangsawan memeluk agama Islam, dengan sendirinya masyarakat akan mengikuti. Masyarakat menganggap bahwa apa yang dilakukan pemimpin harus pula dikerjakan oleh rakyatnya. Mengikuti dan meneladani pemimpin berarti pula berusaha mencari keselamatan di dunia dan akhirat.

c.       Ajaran Tasawuf
      Sebelum agama Islam masuk, sebagian masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar ajaran kebatinan. Kedatangan golongan sufi ( para penganut tarekat Islam ), tentu saja mendapat sambutan baik di kalangan masyarakat. Alasannya, mereka tertarik dengan kesederhanaan hidup dan kesaktian para sufi tersebut. Mereka belajar tasawuf dan sekaligus memasuki agama Islam.
d.      Pendidikan
      Kedatangan para mubaligh ke Indonesia, khusus untuk menyebarkan agama Islam. Kedatangan mereka diperkirakan ikut dalam rombongan para pedagang. Para mubaligh menyelenggarakan pesantren-pesantren untuk membentuk kader yang kelak menjadi ulama atau guru agama. Seusai menempuh pendidikan, para kader itu menyebarkan agama Islam sampai ke pelosok-pelosok melalui kegiatan dakwah dan pengajian. Dengan demikian, semakin banyaklah penganut agama Islam.
e.       Kesenian
      Kesenian merupakan kebutuhan rohani yang sangat disukai oleh masyarakat. Beberapa tokoh Islam menyebarkan ajaran Islam melalui seni, yang di dalamnya terkandung unsur-unsur Islam. Sunan Kalijaga adalah salah sau figur wali yang sangat menyukai seni. Bahkan, ia menggunakan seni sebagai sarana dakwah. Ia memasukkan unsur Islam ke dalam pertunjukan wayang yang dimainkannya. Dari sinilah masyarakat kemudian tertarik untuk mempelajari Islam.
D.    MALAKA
Menurut Sejarah Melayu, Islam di Malaka mulai tersebar setelah Raja Kecil Besar memeluknya. Ia menerima Islam langsung dari Nabi Muhammad SAW melalui mimpi, sebagaimana disebutkan.
Setelah berapa lamanya baginda di atas kerajaan, maka baginda bermimpi pada satu malam, berpandangan dengan keelokan hadirat Nabi Muhammad Rasul Allah Shalla Allah ‘alaihi wasallam. Maka sabda Rasul Allah pada Raja Kecil Besar, “Ucap olehmu : Asyhadu al Lailaha illah Allah wa asyhadu anna Muhammad al-Rasulullah”. Maka oleh Raja Kecil Besar seperti sabda Rasul Allah Shalla Allah ‘alaihi wa sallam itu diturutnya.
Terdapat perdebatan mengenai siapa sebenarnya Raja Malaka pertama yang memeluk Islam. Perbedaan itu muncul bahkan di antara edisi-edisi Sejarah Melayu itu sendiri. Edisi Shellabear dan A. Samad Ahmad menyebut Raja Kecil Besar, sebagaimana di atas. Sementara edisi Winstedt menyatakan Raja Tengah. Meskipun demikian, semua edisi sepakat menyebutkan gelar Sultan Muhammad Syah. Sementara Tome’ Pires menyatakan raja Malaka kedua, Mega Iskandar yang pertama memeluk Islam.
Proses Islamisasi mendasarkan informasi Sejarah Melayu dan beberapa karya sejenisnya, maka terkesan bahwa konversi kepada Islam berawal dari seorang sultan, barulah kemudian kepada elite penguasa lainnya dan seterusnya diperintahkan kepada rakyat untuk menerimanya. Kasus Perlak, Aceh, rakyatlah yang bersepakat mengangkat seorang pemimpin yang seiman dengan mereka, sebagai perkampungan Islam pertama abad 9 atau 10 M. Syed Hussein Al-Attas berpendapat bahwa “pengislaman di Asia Tenggara bermula dari bawah yaitu daripada masyarakat ke istana”. Dengan demikian, Sejarah Melayu terlalu kentara mengagungkan raja, bahkan baginda dikatakan menerima Islam langsung dari Nabi Muhammad, melalui mimpi. Sementara yang lain menerimanya dari manusia biasa, yaitu ulama-ulama dari Arab, seperti Fakir Muhammad di Samudera-Pasai dan Maulana Abdul Aziz di Malaka.
Islamisasi Nusantara bertambah intensif dan mengalami kemajuan yang berarti di tangan Kesultanan  Malaka. Islam disebarkan ke seluruh wilayah kekuasaannya, mulai Pahang, Trengganu, Kelantan, Selat Malaka, Rokan, Kampar, Siak, Riau-Lingga dan Indragiri. Penyebaran cara ini mendapat penilaian negatif dari sarjana Barat. Bahkan Malaka dikatakan menyebarkan Islam secara kejam dan paksa.
Malaka sebagai pusat Islam memberi angin segar bagi kehidupan dunia ilmu pengetahuan. Banyak ulama dan pelajar bahkan pedagang datang ke Malaka dalam rangka menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan berdakwah. Mereka antara lain berasal dari Champa, Patani, Kedah, Siak, Jawa dan Berunai. Di antara pelajar yang pernah menuntut ilmu di Malaka adalah Sunan Bonang dari Tuban dan Sunan Giri. Mereka adalah dua di antara sembilan (songo) yang berjasa dalam penyebaran Islam di Jawa. Penyebaran Islam juga terjadi melalui pedagang-pedagang Malaka yang pergi berdagang ke beberapa daerah di Kepulauan Melayu lainnya, terutama di kawasan yang berpenghasilan rempah-rempah.
Selain melalui perdagangan, Islamisasi dilakukan pula melalui perkawinan. Sultan Muzaffar Syah dan Sultan Mansur Syah adalah sebagai salah satu contoh pengembangan Islam melalui perkawinan. Puteri-puteri Malaka dikawinkannya dengan raja-raja Pahang, Kedah, Siak, Kampar, Indragiri dan Jambi. Sultan Mansur Syah setelah menaklukan Gasib-Siak mengawinkan puterinya yang bernama Mahadewi dengan Megat Kudu, putera Raja Permaisura, raja Gasib. Setelah Megat Kudu menjadi Muslim, dirajakan di Siak dengan gelar Sultan Ibrahim. Kewibawaan Sultan Ibrahim rakyat Gasib-Siak melakukan konversi agama secara sukarela kepada Islam mengikuti rajanya. Proses konversi seperti ini cukup damai dan tanpa masalah, mengingat kultur Melayu lebih mudah di dalam meniru dan bertauladan kepada orang-orang yang dianggapnya terhormat. Dalam konteks ini agama Islam diyakini sebagai agama raja. Dan raja waktu itu tidak hanya bertindak sebagai pemegang kekuasaan, tetapi juga sebagai pimpinan agama.

0 komentar:

:f :D :) ;;) :x :$ x( :? :@ :~ :| :)) :( :s :(( :o

Posting Komentar