Hukuman Zina


 Jika Anda ingin makalah yang lengkap dalam format Microsoft Word silahkan download disini.

2.1 HUKUMAN ZINA (I)
Berzina adalah segala persetubuhan di luar nikah. Asal persetubuhan itu belum atau tidak disahkan dengan nikah, atau tidak dapat disahkan dengan nikah, termasuklah dia dalam golongan zina. Tidaklah diperhitungkan sukakah kedua belah pihak atau tidak suka, misal pihak yang seorang merasa atau memperkosa atas pihak lain.
Dalam hukuman pidana barat itu juga, baru disebut berzina kalau misalnya si perempuan diperkosa, artinya dia tidak suka, karena dia masih di bawah umur.
Lalu dia mengadu kepada hakim, dan pengaduannya itu diterima, maka dipersalahkan laki-laki itu. Maka segala persetubuhan suka sama suka, dalam cara fikiran demikian, tidaklah termasuk zina walaupun yang bersetubuh itu tidak nikah. Dan baru mendapat hukuman keras kalau terjadi perkosaan kepada gadis di bawah umur, sehingga pecah perawannya, padahal dia belum matang buat menerima persetubuhan. Tetapi walaupun dia masih perawan, kalau dia sendiri suka, tidaklah dihukum.
Maka perzinaan menurut yang ditentukan oleh Islam itu ialah persetubuhan yang terjadi di luar nikah, walau suka sama suka.
Mana pula perzinaan yang tidak suka sama suka?

2.2 CARA PELAKSANAAN HUKUMAN
Sumber hukum yang pertama dalam Islam Al-Qur’an. Dengan demikian sudahlah ada patokan hukum dengan adanya ayat 2 pada surat an-Nur ini. tetapi belumlah cukup berpegang pada bunyi ayat saja, melainkan hendaklah diperhatikan pula betapa caranya Rasul Allah melaksanakan hukum itu.
Sebab itu maka “Sunnah Rasulullah” adalah sumber hukum yang kedua.
Menurut Rasul Allah SAW yang melakukan zina itu dibagi atas dua tingkat, yaitu yang mendapat hukum sangat berat dan yang dijatuhi hukuman berat. Yang mendapat hukum sangat berat ialah orang (muhshan)
Arti aslinya ialah orang-orang yang terbenteng, orang-orang yang tidak patut berzina, karena hidupnya terbenteng oleh pandangan masyarakat, sehingga pandangan umum sudah menganggap dia tidaklah patut berbuat demikian. Yaitu keduanya itu telah cukup umur (baligh) dan berakal (‘aqil) lagi merdeka, lagi Islam dan laki-lakinya ada isteri, dan perempuannya ada bersuami, dihubungkan ‘keberatan’ atau tidaknya suaminya atau isterinya yang sah itu, hukumannya ialah rajam, yaitu diikat dan dibawa ke tengah kumpulan orang ramai kaum Muslimin, lalu dilempari dengan batu sampai mati.
Meskipun pelemparan dengan batu itu tidak tersebut dalam ayat, dia menjadi hujjah (alasan), karena demikianlah telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dan menjalankan hukum ini diterima dari perawi-perawi yang dapat dipercaya yaitu : Abu Bakar, Umar, Ali, Jahir bin Abdullah, Abu Said al-Khudari, Abu Hurairah, Zayid bin Khalid dan Buraidah al-Aslami. Semuanya sahabat-sahabat yang besar-besar dan ternama.
Hukuman ini pernah dilakukan oleh Rasul Allah SAW kepada seorang sahabat yang bernama Ma’iz yang datang sendiri mengakui terus terang kepada Nabi bahwa dia telah bersalah berbuat zina. Dia sendiri yang minta dihukum. Berkali-kali Nabi SAW mencoba meringankan soal ini, sehingga beliau berkata : “mungkin baru engkau pegang-pegang saja,” mungkin tidak sampai engkau setubuhi,” dan sebagainya, tetapi Ma’iz berkata juga terus terang bahwa dia memang telah berzina, bahwa dia memang telah melanggar larangan Tuhan, dan belumlah dia merasa ringan dari pukulan dan pukulan batin sebelum dia dihukum. Maka atas permintaannya sendirilah dia dirajam, sampai mati.
Adapun dalam perhitungan agama, zina adalah termasuk dosa yang amat besar, dan azab siksa yang akan diterimanya di akhirat sangat besar pula. Adalah tiga macam dosa besar yang diancam oleh siksa yang besar, yaitu pertama mempersekutukan Tuhan Allah dengan yang lain, kedua membunuh manusia, ketiga berbuat zina. Yang pertama menjadi dosa besar karena dia menghancurkan hubungan dengan Tuhan, yang kedua karena menghilangkan keamanan masyarakat, yang ketiga karena mengacaukan masyarakat.
Tersebut dalam ayat :
ûïÏ%©!$#ur Ÿw šcqããôtƒ yìtB «!$# $·g»s9Î) tyz#uä Ÿwur tbqè=çFø)tƒ }§øÿ¨Z9$# ÓÉL©9$# tP§ym ª!$# žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ Ÿwur šcqçR÷tƒ 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ t,ù=tƒ $YB$rOr& ÇÏÑÈ  

“Dan orang-orang yang tidak menyeru Allah beserta Tuhan yang lain, dan tidak membunuh akan suatu diri, kecuali dengan haknya (hukum bunuh) dan tidak pula berzina. Barangsiapa berbuat semacam itu, bertemulah dia dengan dosa.” (al-Furqan : 68).

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Huzaifah, tersebut pula sabda Rasulullah SAW tentang bahaya dan celakanya zina bagi seseorang yang melakukannya :
“Hai sekalian orang, jauhilah olehmu akan zina, karena zina menimbulkan 6 kecelakaan. Adapun yang 3 di dunia ialah 3 pula di akhirat, yaitu menjatuhkan harga pribadi, menyebabkan miskin dan mengurangi umur, dan 3 di akhirat ialah kebencian Tuhan, keburukan perhitungan dan azab siksa neraka.”

Kesimpulan maksud agama, yaitu untuk memelihara lima perkara .
Pertama, memelihara agama itu sendiri. Sebab itu dihukum orang yang murtad, dihukum orang yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja, dihukum orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Dan untuk memelihara dan mempertahankan agama, diperbolehkan berperang.
Kedua, memelihara jiwa raga manusia. Sebab itu dihukum Qishash barang siapa yang membunuh sesama manusia. Dan dilarang membunuh diri sendiri. Dilarang menggugurkan kandungan. Tidak boleh orang bertindak sendiri membunuh orang yang bersalah misalnya, kalau tidak hakim yang melakukannya karena suatu putusan hukum. Atau berbunuh-bunuhan karena berperang menegakkan agama atau membela batas-batas negara (Stughur).
Ketiga, memelihara kehormatan. Hendaklah hubungan laki-laki dan perempuan dengan nikah. Dilarang berzina dan didera atau dirajam barang siapa yang melakukannya. Di zaman pemerintah Khalifah keempat, Saiyidina Ali bin Abu Thalib pernah dilakukan hukuman bakar atas orang yang bersetubuh sejenis (liwath), yaitu laki-laki menyetubuhi laki-laki atau perempuan mengadu darajnya dengan sesamanya perempuan (musabaqah) dan pernah juga dijatuhkan hukuman bunuh atas orang yang tertangkap menyetubuhi binatang.
Keempat, memelihara akal. Sebab itu dihukum pukul (dera) orang yang minum minuman keras yang memabukkan, karena mabuk adalah merusak akal.
Kelima, memelihara harta benda. Dianjurkan berusaha mencari rezeki harta yang halal. Dihukum pencuri dengan memotong tangannya. Perampok disalib atau dipotong kaki dan tangan, atau dibuang.


“Kalau mencuri Fatimah binti Muhammad, akan saya potong juga tangannya.”
Maka berzina adalah suatu dosa besar, yang apabila iman kepada Tuhan sudah amat mendalam, dan pengaruh kehidupan Islam itu telah mendalam pula dalam masyarakat Islam, sangatlah orang berusaha menjauhinya, dan seorang yang berzina akan dikutuk dan dibenci oleh masyarakat yang masih dipengaruhi oleh fikiran-fikiran Islam, amat dipandang aib kalau ada seorang dara belum bersuami, setelah nikah perawannya tidak ada lagi. Sampai menjadi adat yang ganjil dan agak buruk dipandang dengan kaca mata zaman sekarang, yaitu seluruh keluarga menunggu pagi-pagi hari pertama perkawinan, adalah pergaulan pengantin laki-laki dan perempuan itu “selamat”.
Artinya masih adakah perawan pengantin perempuan itu. Pengantin laki-laki wajib melaporkan dan menunjukkan bukti, misalnya kain yang berdarah.
Jika dipandang pula dari segi pembangunan bangsa, maka suatu bangsa tidaklah dapat mempertahankan dirinya dari keruntuhan, kalau zina telah menjadi penyakit umum. Rasa harga diri yang disebut dalam bahasa Arab ‘Ghirah, Syahamah, Hamasah, Fakhr’, keberanian, ketangkasan, kecemburuan, biar nyawa melayang asal harga diri jangan direndahkan orang dengan sendirinya akan hilang, kalau zina sudah menjadi penyakit masyarakat.
Sebab itu diperingatkan Tuhan pada ayat lain :
Ÿwur (#qç/tø)s? #oTÌh9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$yur WxÎ6y ÇÌËÈ  
“Janganlah didekati zina, karena dia sangat keji dan jalan yang amat jahat.” (al-Isra’ : 32)
Mari kita perhatikan betapa pula sikap pelaksanaan hukum dera dan rajam itu dalam agama Islam. Bolehkah seorang yang disangka berbuat zina terus didera dan dirajam?
Adalah empat syarat bertemu, dan hukum itu dijalankan :
1.      Yang bersalah sendiri mengakui di hadapan hakim bahwa dia berzina, sebab itu dia minta dihukum. Ini tentu jarang terjadi. Kalau terjadi juga hanyalah pada orang-orang yang derajat imannya telah mencapai iman tiga sahabat Nabi, satu laki-laki dan dua perempuan diriwayatkan di atas tadi.
2.      Seorang perempuan bunting saja, tidak terang siapa suaminya.
3.      Kesaksian dari empat orang saksi yang melihat sendiri berbuat zina. Dan hendaklah empat orang saksi itu orang yang dapat dipercaya  kesaksiannya. Kalau misalnya hanya tiga orang yang melihat, janganlah dilaporkan kepada hakim, sebab itu belum memenuhi syarat, dan hendaklah dia menutupi berita itu, sebab dia dapat dituduh merusak nama baik orang, dan dapat pula dihukum dengan dera 80 kali, sebagaimana yang akan diterangkan nanti pada ayat-ayat berikut.
4.      Kalau poligami dilarang keras ditutup mati, sedang syahwat manusia adalah yang pertama mempengaruhinya, akan timbullah suatu tekanan jiwa yang menghilangkan keseimbangannya, sebab bagi yang keras syahwatnya itu, poligami akan dilangsungkan juga di luar nikah, maka timbullah kehidupan yang munafik.

2.3 HUKUMAN ZINA (II)
Menurut riwayat dari Mujahid dan ‘Atha’, di antara kaum Muhajirin yang berbondong hijrah ke Madinah itu macam-macamlah nasib dan keadaan orangnya. Ada yang kaya, sehingga dapat membawa harta simpannya di kala pindah, ada yang berumah tangga dan beranak pinak, yang semuanya diangkutnya bersama hijrah, tetapi ada pula yang miskin yang tak mempunyai apa-apa, tidak pula mempunyai isteri ataupun anak, sebatang kara, tidak pula mempunyai suku belahan (A’syair) di Madinah, sedang mereka itu sebagai manusia mempunyai juga keinginan-keinginan. Keinginan yang terutama sekali ialah mempunyai isteri dan berumah tangga. Sedang di negeri Madinah yang baru didatangi itu masih ada sisa-sisa masyarakat jahiliyah, yang belum sekaligus dapat dihapuskan. Yaitu adanya perempuan-perempuan lacur, yang mempersewakan dirinya kepada pedagang-pedagang yang lalu lintas. Siapa yang singgah di sana, menetap kepada perempuan itu karena telah menjadi langganan. Setelah berhenti beberapa hari di Madinah, mereka pun berangkat setelah meninggalkan uang bayaran yang lumayan.
Laki-laki pezina itu biasanya kalau hendak taubat menuntut hidup baru yang berbahagia, barulah dia mau mengawini perempuan baik-baik, kalau cuma buat main-main, tidaklah dia suka mengawini perempuan baik-baik. Dia masih suka bergaul dengan perempuan pezina. Demikian juga perempuan lacur hanya berlangganan dengan laki-laki pelacur, atau yang sama musyiknya.
Adapun orang laki-laki beriman hanya mencari jodoh orang perempuan beriman. Orang perempuan beriman hanya menunggu pinangan laki-laki yang beriman pula, agar sama-sama menuntut hidup baru yang diridhai Tuhan.
Karena kehidupan berumah tangga bukanlah didasarkan kepada apa yang disebut di zaman sekarang ‘dasar cinta’ melainkan kepada dasar yang lebih tinggi dan mulia, yaitu amanat Allah.
Disinilah dasar timbulnya sabda Rasulullah SAW di dalam satu hadits yang shahih (dirawikan oleh Bukhari dan Muslim).




“Berwasiat-wasiatanlah kamu terhadap perempuan dengan sebaik-baiknya. Karena kamu mengambilnya jadi isteri ialah sebagai amanat dari Allah, dan barulah halal kehormatannya bagi kamu setelah dihalalkan dengan kalimat Allah.”

Orang –orang yang beriman itu adalah orang-orang yang terhormat, rumah tangganya bermutu tinggi, daripada merekalah diharapkan keturunan rumah yang shahih.


Sabda Nabi :

“Dunia ini adalah perhiasan hidup, dan puncak perhiasan hidupnya itu ialah isteri yang shalih.”


1 komentar: